Rabu, 15 Mei 2013

Budaya Kreativitas dan Inovasi

1.      Pengertian dan Fungsi Budaya Organisasi

Pengertian Budaya Organisasi 
Dalam buku Handbook of 
Human Resource Management Practice oleh Michael Armstrong pada tahun 2009, budaya organisasi atau budaya perusahaan adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan.

Fungsi Budaya Organisasi
1.      Budaya mempunyai peranan pembeda atau tapa batas.
2.      Budaya memberikan rasa identitas ke anggota-anggota organisasi.
3.      Budaya mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas daripada kepentingan pribadi seseorang.
4.      Budaya itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.


2.      Tipologi Budaya Organisasi

Beranjak dari aneka definisi, lapisan, dan perspektif dalam memandang budaya organisasi, maka muncul aneka ragam tipologi budaya organisasi. Tujuan tipologi ini menunjukkan aneka budaya organisasi yang mungkin ada di realitas.
Tipologi budaya organisasi dapat diturunkan dari tipologi organisasi. Amitai Etzioni membagi tipe organisasi dengan membuat tabulasi silang antara jenis kekuasaan dengan jenis keterlibatan individu di dalam organisasi. Jenis kekuasaan di bagi menjadi Koersif, Remuneratif dan Normatif sementara jenis keterlibatan di bagi menjadi Alienatif, Kalkulatif, dan Moral

a.       Jenis Kekuasaan
Koersif adalah kuasa dalam organisasi yang muncul dari penghukuman fisik atau ancaman penghukuman fisik.
Remuneratif muncul dari kendali atas sumber daya dan reward material.
b.      Keterlibatan.
Alienatif adalah keterlibatan yang sangat tidak disetujui.
Kalkulatif adalah keterlibatan yang lemah baik itu setuju atau tidak setuju.
Moral adalah keterlibatan yang sangat disetujui.
Dari hasil tabulasi silangnya, Etzioni mengajukan tipologi organisasinya yaitu :
1)      Organisasi Koersif adalah organisasi di mana para anggotanya terperangkap dalam alasan fisik dan ekonomi sehingga harus mematuhi apapun peraturan yang ditimpakan oleh otoritas.
2)      Organisasi Utilitiarian adalah organisasi di mana para anggota dimungkinkan untuk bekerja yang adil untuk hasil yang adil pula serta adanya kecenderungan untuk mematuhi beberapa aturan yang esensial di samping para pekerja menyusun norma dan aturan yang melindungi diri mereka sendiri.
3)      Organisasi Normatif adalah organisasi di mana para individunya memberi kontribusi pada komitmen karena menganggap organisasi adalah sama dengan tujuan diri mereka sendiri. 


3.      Kreativitas Individu dan Team Proses Inovasi

Kreativitas dengan inovasi itu berbeda. Kreativitas  merupakan pikiran untuk menciptakan sesuatu yang baru,  sedangkan  inovasi adalah  melakukan  sesuatu yang baru. Hubungan  keduanya  jelas. Inovasi merupakan aplikasi praktis dari kreativitas. Dengan  kata lain, kreativitas bisa merupakan variabel bebas, sedangkan inovasi adalah variabel tak bebas. Hasil pengamatan kami menunjukkan, perusahaan-perusahaan inovator sangat memperhatikan masalah  pelatihan karyawan, pemberdayaan dan juga sistem reward untuk meng-create daya pegas inovasi. Benih-benih inovasi akan tumbuh baik  pada  perusahaan-perusahaan yang selalu menstimulasi karyawan dan mendorong ke arah ide-ide bagus. Melalui program pelatihan, sistem reward, dan komunikasi perusahaan terus berusaha untuk  mendemokratisasikan inovasi.

Sumber :
johanesautissekalii.blogspot.com
www.tp.ac.id
kayanabatikmadura.wordpress.com

Perubahan dan Pengembangan Organisasi


A.      Kekuatan-kekuatan yang Mendorong Perubahan

Perubahan organisasi/ organizational change mengacu pada perubahan yang tidak terencana maupun perubahan terencana dalam struktur organisasi, teknologi dan orang-orang. Sebagian organisasi menganggap perubahan sebagai kejadian yang kebetulan. Perubahan terencana mengacu pada aktivitas-aktivitas perubahan yang disengaja dan terarah pada tujuan tertentu. Tujuan perubahan terencana, yaitu meningkatkan kemampuan organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan dan mengubah perilaku karyawan.

Dewasa ini, pemimpin organisasi tidak hanya dituntut untuk luwes dan mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang begitu cepat, tetapi juga mampu untuk mengantisipasi berbagai bentuk perubahan serta secara proaktif menyusun program perubahan yang diperlukan. Organisasi berhadapan dengan banyak kekuatan yang mendorong perlunya perubahan. Kekuatan-kekuatan untuk melakukan perubahan dapat berasal dari dua sumber, yakni sumber internal dan sumber eksternal (Kreitner dan Kinicki, 2005).

1)        Kekuatan internal. Kekuatan ini berasal dari dalam organisasi.  kekuatan-kekuatan internal untuk melakukan perubahan dapat berasal dari masalah sumber daya manusia dan perilaku/ keputusan manajerial. Masalah-masalah sumber daya manusia meliputi kebutuhan karyawan yang tidak terpenuhi, ketidakpuasan kerja, absensi, dan perputaran karyawan yang tinggi, rendahnya produktivitas, serta partisipasi/ saran. Masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku atau keputusan manajerial mencakup munculnya konflik, kepemimpinan, sistem penghargaan, dan reorganisasi struktural.

2)        Kekuatan eksternal. Kekuatan eksternal berasal dari luar organisasi. Kekuatan eksternal yang memiliki pengaruh untuk melakukan perubahan meliputi:

-            Karakteristik demografi, antara lain perubahan tenaga kerja yang lebih beragam dan adanya kepentingan bisnis untuk mengelola keragaman secara efektif.

-            Kemajuan teknologi, yaitu adanya pengembangan dan penggunaan teknologi informasi merupakan salah satu faktor yang mendorong perubahan pada berbagai organisasi diseluruh dunia.

-            Perubahan pasar, yaitu munculnya perubahan ekonomi global menuntut setiap perusahaan untuk mengubah strategi bisnis mereka.

-            Tekanan sosial dan politik, yaitu tekanan-tekanan yang diciptakan oleh peristiwa sosial dan politik.

                                       

B.       Pendekatan-pendekatan Mengelola Perubahan.

Perubahan dalam organisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa pendekatan dapat digunakan oleh pimpinan organisasi untuk mengelola perubahan yang terencana. Pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan untuk mengelola perubahan terdiri dari:

1)   Mengelola perubahan melalui penggunaan kekuasaan. Dalam pendekatan ini pimpinan atau manajer organisasi dapat menggunakan kekuasaannya untuk memaksa anggota organisasi melakukan perubahan. Melalui kekuasaan tersebut,  para manajer dapat menggunakan pengaruh mereka yang begitu besar dalam suatu organisasi.

2)   Mengelola perubahan melalui alasan. Penggunaan alasan untuk melakukan perubahan didasarkan pada penyebaran informasi sebelum perubahan didasarkan pada penyebaran informasi sebelum perubahan yang diinginkan dilakukan. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa alasan akan menang dan individu-individu atau kelompok akan membuat pilihan yang rasional untuk melakukan perubahan.

3)   Mengelola perubahan melalui pendidikan kembali. Secara tidak langsung, pendidikan kembali dapat diartikan sebagai suatu sekumpulan kegiatan yang mengakui bahwa bukan kekuasaan dan bukan pula alasan yang dapat menghasilkan perubahan. Sekumpulan kegiatan ini merupakan esensi dari pengembangan organisasi. secara tidak langsung, pengembangan organisasi dapat diartikan sebagai strategi pendidikan kembali, yang normatif, dengan maksud untuk memberikan dampak pada keyakinan, nilai dan sikap di dalam organisasi, sehingga dapat beradaptasi secara lebih baik terhadap percepatan perubahan teknologi, lingkungan industri, dan masyarakat secara umum. Disamping itu, pengembangan organisasi dapat mencakup restrukturisasi organisasi formal, yang sering dimulai, difasilitasi dan didorong oleh perubahan-perubahan normatif dan perilaku.

Selain pendapat di atas, ada juga pendapat lain mengenai pengelolaan perubahan.

1.    Proses perubahan reaktif. Manajemen bereaksi atas tanda-tanda bahwa perubahan dibutuhkan, pelaksanaan modifikasi sedikit demi sedikit untuk menangani masalah tertentu yang timbul. Sebagai contoh, bila peraturan baru dari pemerintah mensyaratkan perusahaan untuk mempunyai perlindungan terhadap kebakaran, maka manajer mungkin akan membeli alat pemadam kebakaran.

2.   Program perubahan yang direncanakan (planned change), disebut sebagai prosesproaktif. Manajemen melakukan berbagai investasi waktu dan sumberdaya lainnya yang berarti untuk menguibah cara-cara operasi organisasi. Perubahan yang direncanakan ini didefinisikan sebagai perancangan dan implementasi inovasi struktural, kebijaksanaan atau tujuan baru, atau suatu perubahan dalam filsafat, iklim dan gaya pengoperasian secara sengaja. Pendekatan ini tepat bila keseluruhan organissi, atau sebagian besar satuan organisasi, harus menyiapkan diri untuk atau menyesuaikan dengan perubahan.



Di dalam proses perubahan, terdapat seorang atau individu yang bertanggung jawab atas peranan kepemimpinan dalam proses pengelolaan perubahan. Individu ini disebut dengan “Change Agent” (pengantar perubahan). Sedangkan individu atau kelompok yang merupakan sasaran perubahan disebut “sistem klien”. Pengantar perubahan ini dapat berasal dari para anggota organisasi atau dapat sebagai konsultan dari luar organisasi.

Leavitt (1964), menyatakan bahwa organisasi dapat diubah melalui pendekatan struktur, pendekatan teknologi, dan pendekatan orang-orangnya. Pendekatan struktur adalah yang menyangkut aplikasi prinsip-prinsip perancangan organisasi yang misalnya: desentralisasi, tanggung jawab jabatan, garis wewenang yang tepat, penciptaan pembagian kerja dan lain-lain. Pendekatan teknologi berkaitan dengan diubahnya teknik-teknik yang dipakai denga teknologi baru; perubahan ini dapat membawa konsekuesi pula pada perubahan struktur organisasi (menjadi pendekatan tekno-struktur). Bila pendekatan struktural dan teknik bermaksud untuk memperbaiki prestasi kerja organisasi melalui pengubahan situasi kerja yang tepat, maka pendekatan-pendekatan orang dimaksudkan untuk mengubah secara langsung perilaku karyawan melalui pemusatan dan ketrampilan, sikap, persepsi dan pengharapan mereka sehingga diharapkan akan melaksanakan tugas dengan lebih efektif. (Handoko, 1991).





C.      Sasaran Perubahan Organisasi.

Sasaran utama perubahan dalam organisasi terdiri dari perubahan sikap dan keterampilan kerja, perubahan peran kerja, teknologi dan strategi kompetitif.

1)      Perubahan sikap dan keterampilan kerja. Pendekatan yang fokus pada sikap melibatkan perubahan sikap dan nilai-nilai dengan daya tarik persuasif, program pelatihan, pembentukan team, dan program perubahan budaya. Pendekatan pada perubahan keterampilan teknis  atau antar pribadi dapat dilakukan dengan program pelatihan. Melalui perubahan sikap dan keterampilan teknis atau antar pribadi dapat dilakukan dengan program pelatihan. Melalui perubahan sikap dan keterampilan ini, diharapkan akan terjadi perubahan perilaku dengan cara yang lebih menguntungkan dan individu yang berubah tersebut dapat menjadi agen, serta memindahkan visi kepada individu lain di dalam organisasi.

2)      Perubahan peran kerja. Pendekatan pada perubahan peran kerja dapat dilakukan antara lain dengan cara merancang kembali pekerjaan karyawan dengan aktivitas dan tanggung jawab berbeda, reorganisasi arus kerja, memodifikasi hubungan otoritas, mengubah kriteria dan prosedur evaluasi kerja serta mengubah sistem penghargaan. Melalui perubahan peran kerja ini diharapkan individu akan mengubah cara bertindak dan sikap mereka sesuai dengan cara baru, serta berperilaku lebih efektif sesuai dengan tuntutan peran baru, yang dikuatkan dengan sistem evaluasi dan penghargaan.

3)      Teknologi. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan cara memperkenalkan peralatan baru dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, merancang kembali fasilitas fisik, serta sistem informasi dan pendukung keputusan baru.

4)      Strategi kompetitif. Perubahan strategi ini biasanya menuntut perubahan secara konsisten terhadap individu-individu, peran kerja dan teknologi. Pendekatan yang fokus pada perubahan strategi ini misalnya perusahaan meluncurkan produk baru, memasuki pasar baru, pemasaran melalui internet, membentuk joint venture dan memodifikasi kerjasama dengan pemasok.



D.      Penolakan Terhadap Perubahan.

Temuan salah satu pakar perilaku organisasi menyatakan bahwa organisasi dan para anggotanya cenderung menolak perubahan. Penolakan terhadap perubahan ini tidak selamanya bersifat merugikan, tetapi juga menguntungkan. Keuntungan dari penolakan terhadap perubahan antara lain stabilitas organisasi terjamin sehingga perilaku anggota organisasi lebih mudah diramalkan dan diarahkan, sedangkan kerugiannya adalah organisasi tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan eksternal yang selalu dinamis. Penolakan terhadap perubahan dapat bersifat terbuka, dapat bersifat implisit, dapat tampak dengan segera dan dapat pula tidak tampak.

Penolakan terhadap perubahan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu penolakan individu dan penolakan organisasi. individu menolak karena:

-          Takut kehilangan posisi, status, kekuasaan, kewenangan, dan kualitas hidup.

-          Ancaman ekonomi, yaitu hilangnya pendapatan dan pekerjaan.

-          Ancaman terjadinya perubahan hubungan pertemanan, interaksi dan rutinitas.

-          Ketakutan terhadap ketidaktahuan yang didatangkan oleh perusahaan. Ketidakmampuan meramalkan secara pasti mengenai desain organisasi, manajer, atau sistem kompensasi yang baru dapat menimbulkan penolakan alamiah.

-          Gagal untuk mengakui atau diinformasikan mengenai kebutuhan untyk berubah

-          Disonansi kognitif atau ketidaksesuaian muncul karena individu dihadapakan dengan orang, proses, sistem, teknologi atau pengharapan baru.

-          Individu takut karena mereka kurang kompeten untuk berubah.

Pada tingkat organisasi, sumber-sumber penolakan biasanya terletak di dalam susunan struktural organisasi itu sendiri. Penolakan pada tingkat organisasi umumnya karena faktor-faktor berikut:

-          Inersia struktural. Organisasi biasanya memiliki mekanisme tertentu seperti proses seleksi dan aturan-aturan formal untuk menciptakan stabilitas. Ketika organisasi dihadapkan pada suatu perubahan, maka inersia struktural ini bertindak sebagai kekuatan untuk menjaga keseimbangan yang mencoba mempertahankan stabilitas.

-          Fokus perubahan yang terbatas. Organisasi terdiri dari sub sistem-sub sistem yang saling tergantung satu sama lain. Satu sub tidak mungkin diubah tanpa memperngaruhi yang lain. Ketika perubahan hanya terbatas pada beberapa sub sistem saja, maka cenderung diingkari oleh sistem yang lebih besar.

-          Inersia kelompok. Ketika individu-individu ingin mengubah perilaku mereka, norma-norma kelompok sering menjadi penghambat.

-          Ancaman terhadap keahlian. Perubahan yang terjadi dalam organisasi sering mengancam posisi istimewa suatu kelompok yang memiliki keahlian tertentu.

-          Ancaman terhadap relasi kekuasaan yang sudah mapan. Setiap redistribusi wewenang pengambilan keputusan sering mengancam relasi kekuasaan yang sudah lama ada didalam organisasi.

-          Ancaman terhadap alokasi sumber daya. Kelompok-kelompok dalam suatu organisasi yang memiliki kendali atau wewenang untuk mengalokasikan sumber daya dalam proporsi yang lebih sering menganggap perubahan sebagai suatu ancaman sehingga mereka cenderung melakukan penolakan.



E.       Mengatasi Penolakan Terhadap Perubahan.

Ada suatu anggapan bahwa individu cenderung menolak perubahan jika perubahan tersebut tidak menguntungkan bagi dirinya. Mereka lebih suka situasi aman yang lebih menguntungkan dirinya. Individu menolak perubahan dikarenakan berbagai faktor. Oleh sebab itu kecenderungan menolak perubahan ini perlu dikurangi atau dihilangkan. Ada sejumlah strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan, yaitu:

1)      Pendidikan dan komunikasi.  Pendidikan merupakan penyebaran pengetahuan kepada para anggota organisasi. pendidikan dan pelatihan merupakan strategi paling dasar untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan. Apabila penolakan terhadap perubahan itu terjadi karena lemahnya komunikasi dan kesalahan informasi, maka perlu dikembangkan strategi komunikasi yang efektif kepada seluruh anggota organisasi, sehingga mereka dapat memahami perlunya perubahan.

2)      Partisipasi dan keterlibatan. Strategi ini dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada para anggota organisasi untuk terlibat sejak awal dalam proses perencanaan perubahan, khususnya kepada individu yang berpotensi menolak perubahan. Asumsi dari strategi ini adalah bahwa para anggota organisasi  memiliki keahlian yang diperlukan untuk memberikan kontribusi kepada proses perubahan organisasi dan bertindak secara jujur.

3)      Dukungan dan kemudahan. Pemberian berbagai jenis keterampilan yang bersifat mempermudah dan mendukung proses perubahan merupakan strategi lain untuk mengurangi penolakan perubahan. Strategi ini tepat jika penolakan perubahan disebabkan oleh rasa ketakutan dan kekawatiran. Penolakan terhadap perubahan dapat dicegah dengan memberikan dukungan dan bantuan, melalui program-program bimbingan, pemberian waktu setelah periode sulit, dan dukungan emosional.

4)      Negosiasi dan persetujuan. Strategi ini menyarankan agar pengambilan inisiatif perubahan menyesuaikan perubahan dengan kebutuhan atau kepentingan para individu yang menolak perubahan. Oleh sebab itu perlu dilakukan negosiasi dan persetujuan dengan para individu yang menolak perubahan, misalnya dengan serikat pekerja.

5)      Manipulasi dan kooptasi. Manipulasi adalah upaya terselubung untuk mempengaruhi orang lain. Manipulasi sering dilakukan dengan cara-cara yang melanggar etika, dengan memutarbalikan fakta sehingga yang terjadi digambarkan sedemikian rupa agar menarik, tidak menyampaikan informasi yang tidak diinginkan pihak lain, dan menyebarkan desas-desus sedemikian rupa sehingga para anggota organisasi bersedia menerima perubahan. Misalnya para manajer mengancam akan melakukan pemutusan hubungan kerja jika karyawan tidak bersedia menerima kebijakan kompensasi perusahaan. Apabila ancaman PHK ini ternyata tidak benar, maka yang terjadi adalah manipulasi. Kooptasi merupakan strategi gabungan antara manipulasi dan partisipasi. Kooptasi dilakukan dengan cara melibatkan kelompok “pembangkang” dakam proses penambilan keputusan untuk mendapatkan dukungan.

6)      Menciptakan organisasi pembelajaran. Organisasi pembelajaran merupakan organisasi yang memiliki kapasitas, ketangguhan, dan fleksibilitas untuk berubah. Dalam organisasi pembelajaran ini, para anggota organisasi membagi ide, membuat rekomendasi, dan berpartisipasi secara sukarela di dalam perubahan dari awal.



F.       Menciptakan Organisasi Pembelajaran.

Organisasi pembelajaran/ learning organization adalah suatu organisasi yang secara proaktif menciptakan, memperoleh dan mentransfer pengetahuan, serta mengubah perilakunya berdasarkan pengetahuan dan wawasan baru. Berdasarkan pengertian ini, maka organisasi pembelajaran memiliki beberapa karakteristik berikut:

-          Organisasi pembelajaran secara aktif mencoba untuk memasukan ide-ide baru atau informasi baru ke dalam organisasi.

-          Organisasi pembelajaran berjuang untuk mengurangi berbagai hambatan struktural, proses dan interpersonal terhadap pembagian ide, informasi dan pengetahuan ke seluruh anggota organisasi.’

-          Organisasi pembelajaran membantu menyumbangkan lingkungan di mana anggota organisasi di dorong untuk menggunakan perilaku dan proses operasional baru guna mencapai tujuan organisasi. perilaku individu harus berubah sebagai akibat dari pengetahuan baru.

Organisasi pembelajaran merupakan suatu konsep yang memberikan kekuatan bagi suatu organisasi agar mampu bertahan dalam menghadapi perkembangan lingkungan, sehingga organisasi memiliki fleksibilitas untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang semakin dinamis dan sulit diduga. Fokus dari organisasi pembelajaran adalah:

a.       Organisasi, sebagai kumpulan manusia dengan segala bentuk, struktur dan budaya, serta visi dan misi organisasi

b.      Manusia, sebagai individu anggota organisasi. unsur organisasi dan unsur individu merupakan dua sisi mata yang yang saling berinteraksi, saling melekat satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan.



G.      Tahap-tahap dalam Proses Perubahan.

Teori proses perubahan menjelaskan sebuah pola peristiwa tipikal terjadi suatu perubahan dari awal sampai akhir. Salah satu teori proses perubahan paling awal, yaitu model medan-gaya dari Kurt Lewin. Model perubahan dari Lewin ini membagi proses perubahan dalam tiga tahap, yaitu mencairkan, mengubah dan membekukan kembali.

Lewin mengembangkan model tiga tahap dalam proses perubahan yang direncanakan yang menjelaskan bagaimana memulai, mengelola dan menstabilkan proses perubahan. Tahap-tahap dalam proses perubahan tersebut adalah sebagai berikut:

1)     Mencairkan. Tahap pertama dalam model Lewin ini adalah menciptakan motivasi untuk berubah. Individu dimotivasi untuk meninggalkan sikap dan perilaku lama mereka dengan sikap dan perilaku baru yang diinginkan oleh organisasi. Individu diajak untuk tidak merasa puas dengan sikap dan perilaku lama mereka dalam melakukan sesuatu. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mencairkan organisasi adalah dengan benchmarking. Melalui teknik ini, organisasi dapat membandingkan kinerjanya dengan organisasi lain, kemudian belajar bagaimana organisasi dengan kinerja terbaik dapat mencapai tujuan mereka.

2)      Mengubah. Proses perubahan selalu melibatkan pembelajaran, sehingga perlu membekali karyawan dengan berbagai informasi baru, perilaku baru, dan cara-cara baru. Hal ini bertujuan untuk membantu karyawan agar mempelajari konsep atau cara-cara baru tersebut. para ahli berpendapat bahwa perubahan merupakan suatu proses pembelajaran yang bersifat continuous dan bukan peristiwa sesaat. Oleh sebab itu, teladan, mentor, pakar, hasil benchmarking dan training merupakan mekanisme yang berguna untuk memfasilitasi terjadinya perubahan.

3)      Membekukan kembali. Pada tahap ini, perubahan distabilkan dengan cara membantu karyawan untuk mengintegrasikan sikap dan perilaku yang telah diubah ke dalam cara-cara baru mereka yang normal dalam melakukan sesuatu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menunjukan sikap dan perilaku baru mereka, maka penguatan positif perlu diberikan. Bimbingan dan keteladanan juga perlu ditunjukan untuk menguatkan stabilitas perubahan.



Model perubahan Lewin memiliki beberapa asumsi. Adapun asumsi-asumsi tersebut adalah:

-          Proses perubahan melibatkan mempelajari sesuatu yang baru, serta harus menghentikan perilaku, sikap, dan praktik-praktik dalam organisasi yang sedang berjalan.

-          Perlunya motivasi untuk berubah. Motivasi ini seringkali merupakan sesuatu yang sulit dalam proses perubahan.

-          Manusia adalah pusat dari semua perubahan, sehingga setiap perubah dalam bentuk apapun menuntut setiap individu untuk berubah.

-          Penolakan terhadap perubahan ditemukan ketika tujuan dari perubahan itu sangat diperlukan.

-          Perubahan yang efektif memerlukan adanya penguatan terhadap perilaku, sikap dan praktik-praktik organisasi yang baru.

 
H. Pengembangan Organisasi.

Pengembangan organisasi/ Organization Development (OD) adalah sekumpulan intervensi perubahan terencana yang dikembangkan berdasarkan nilai-nilai humanistis-demokratis, dengan tujuan meningkatkan efektivitas organisasi dan kesejahteraan karyawan. Nilai-nilai yang mendasari pengembangan organisasi  adalah:

a.       Penghormatan terhadap manusia. Manusia seharusnya diperlakukan sesuai dengan martabat dan penghormatan, karena sebagai makhluk yang sadar, bertanggung jawab, dan memiliki kepedulian.

b.      Kepercayaan dan dukungan. Organisasi yang sehat dan efektif ditandai dengan adanya kepercayaan, kebenaran, keterbukaan dan suasana yang mendukung

c.       Penyeimbang kekuasaan. Organisasi yang efektif tidak akan memberikan tekanan yang terlalu besar pada wewenang dan kendali yang bersifat hierarkis.

d.      Konfrontasi. Organisasi yang efektif tidak menyembunyikan  masalah, tetapi dikonfrontasi secara terbuka

e.       Partisipasi. Para anggota organisasi terkena dampak perubahan, dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perubahan tersebut, agar mereka semakin komitmen untuk menerapkan berbagai keputusan.

Pengertian lain dari OD berurusan dengan membantu para manajer untuk merencanakan perubahan dalam mengatur dan mengelola karyawan yang akan mengembangkan komitmen, koordinasi, dan kompetensi yang diperlukan. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan efektivitas dan kesejahteraan anggota-anggota organisasi melalui intervensi yang direncanakan dalam proses tenaga kerja, struktur dan sistem organisasi, menggunakan pengetahuan dari ilmu perilaku serta metode intervensinya. Secara singkat OD adalah sekelompok teknik atau intervensi yang digunakan untuk menerapkan perubahan dalam organisasi.

OD memungkinkan organisasi untuk meningkatkan efektivitas dan kemampuan beradaptasi dengan kondisi serta tuntutan lingkungan yang selalu berubah. OD dapat dikatakan sebagai instrumen ilmiah untuk mewujudkan perubahan dalam organisasi. OD merupakan pendekatan yang terprogram dan sistematik dalam mewujudkan perubahan dalam organisasi. sasaran utama OD adalah:

-          Peningkatan efektivitas organisasi sebagai suatu sistem terbuka

-           Mengembangkan potensi para anggota organisasi menjadi kemampuan operasional yang nyata.

-          Intervensi dilakukan melalui kerjasama antara pihak manajemen dengan para anggota organisasi, untuk menemukan cara-cara terbaik dalam mencapai tujuan individu dan tujuan organisasi secara 
keseluruhan



Sumber :

emilia-regar.blogspot.com
whaysworldwordpress.com
bagusrahmatulloh.blogspot.com